Jumat, 13 Juli 2012

YOYO SANG PEMIMPIN NEGERI



Dia terdiam dalam keramaian, hanya bisa tertunduk dan melihat keadaan dirinya. Lusuh, kotor dan amat tak layak untuk berada di tempat ini. Aku hanya terdiam menatapnya, ia begitu minder dengan teman-temannya yang rata-rata adalah anak seorang konglomerat. “kamu kenapa yo?”, ucapku sambil menepuk pundaknya dan hal itu membuatnya sedikit terkejut. “ehhmm gag papa bu..”, jawabnya lirih. “kamu gag main sma teman-temanmu?”, “mana ada yang mau main sama anak seorang pemulung seperti saya bu, negara ini negara yang menjujung tinggi siapa yang kaya dia yang bisa berkuasa dan orang miskin seperti saya ini hanya bisa menjadi babu bagi mereka, bahkan tak pernah di anggap”, jawab yoyo polos. Aku meneteskan air mata kala mendengar ucapan yoyo, “nak...gag semua orang bisa seberuntung kamu, harusnya kamu bisa bersyukur mereka tak memiliki hati sebaik kamu. Tak ada guna orang kaya harta tapi tak hati. Kamu anak yang hebat, kamu yang nantinya akan mengubah nasib keluargamu, kamu anak yang cerdas, ya anak-anak seperti kamu inilah para generasi pemimpin bangsa”, kataku sambil mengelus-elus pundak yoyo. “tapi aku tak ingin jadi pemimpin bu!!”, jawab yoyo singkat. “kenapa?”, tanya ku. “aku hanya ingin perubahan dari negeri ini, sama rata. Tak ada bapak dan ibu negara, yang ada semua orang sama. Pemimpin gag harus minta di hormati, pemimpin gag harus di layani oleh rakyat jelata, pemimpin gag harus kemana-kemana di kawal dengan ajudan yang badannya besar-besar, pemimpin gag seharusnya tinggal di rumah mewah yang di sebut “istana negara”, pemimpin gag harus duduk manis di dalam mobil mewah yang dingin dengan Acnya. Seorang pemimpin harusnya bisa duduk bersama dengan orang-orang miskin seperti saya, seorang pemimpin harusnya menjadi pelayan publik, pelayan rakyat yang siap kapanpun rakyat membutuhkan bantuan, seorang pemimpin harusnya bisa hidup dengan penuh kesederhanaan, seorang pemimpin harusnya bisa melestarikan kebudayaan bangsa dengan kemana-mana tanpa menggunakan mobil tapi menggunakan becak, seorang pemimpin harusnya bisa memberi penghidupan yang layak untuk para rakyat miskin khususnya petani yang menjadi sumber penghidupan semua hukan malah mengharap gaji yang amat besar, padahal hakikat pemimpin adalah mengayomi, menghidupi dan mensejahterakan. Bukan malah minta di ayomi, mencari penghidupan dari jabatannya dan meminta kesejahtraan untuk hidupnya dan keluarganya sendiri”, ucap yoyo semangat. Aku melihat kekecewaan yang mendalam dari dalam diri Yoyo atas nasib bangsa kita, semua orang berebut untuk menjadi orang nomor 1 di negeri ini, tapi mereka tak pernah berfikir hakikat dari suatu jabatan khusunya seorang pemimpin.
Yoyo hanya sebagian kecil dari anak bangsa kita yang merasakan kepedihan dan ketidak adilan yang ada di negeri kita. Kita berkaca pada pemimpin-pemimpin negeri sekarang ini yang lebih mementingkan isi perut mereka d bandingkan mengurusi rakyat yang ada di pinggiran yang hanya untuk mencari sesuap nasi saja sudah sangat kesusahan. Para pejabat bisa tidur nyenyak di rumah mereka yang meweh sedangkan banyak anak-anak jalan yang bahkan alas tidur saja tak punya apalagi tempat tinggal. Tragis memang tapi inilah gambaran negeri kita yang selalu kita banggakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar